Senin, 29 Juni 2015

"Joshua" : Belajar Tanggung Jawab Dari Anak SD



“Jangan sampai biji jeruknya termakan, nanti pohon jeruk akan tumbuh diperut kita dan tumbuh tinggi hingga menembus kepala.” Ada yang pernah mendengar mitos ini saat masih kanak-kanak? Dan siapa yang saat itu percaya?. Lucu memang bila mengingat-ingat ketika masih belia, banyak anak-anak yang hidupnya “dihantui” oleh mitos-mitos yang dengan lugunya dipercaya dan bahkan hingga menimbulkan rasa takut sendiri. Motifnya beragam, diantaranya merupakan salah satu cara orangtua untuk mencegah anaknya untuk melakukan hal yang tidak dikehendakinya. Mitosnya pun beragam, ada yang beraroma fantasi seperti “Kalau ada bintang jatuh lalu memohon sebuah permintaan, maka akan dikabulkan” hingga berbau klenik dan mistis seperti “Jangan main saat maghrib, nanti diculik perempuan seram dengan payudara menjulur kebawah bernama kolong wewe”. Tak dipungkiri, mitos-mitos inilah bisa dikatakan warisan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan tentu saja memberikan warna serta cerita lucu masa kecil kita (Terutama penulis) karena begitu lugunya hingga mempercayai hal sekonyol itu.

Mitos masa kecil dan eksploitasi keluguan anak-anak inilah yang menjadi pondasi cerita utama dalam film pendek berjudul Joshua. Dikisahkan Joshua atau yang akrab dipanggil Jojo (Jonathan Valentino Salim), siswa Sekolah Dasar yang selain sekolah dia juga “bekerja sambilan” sebagai “Bandar” gundu atau kelereng ke teman sejawatnya. Pada saat pelajaran olahraga, Jojo tanpa sengaja mencium pipi teman perempuannya bernama Lili (Dherya Monic). Ada mitos salah gaul yang tumbuh dikalangan anak-anak Sekolah Dasar bahwa ciuman (walaupun hanya pipi) dapat menimbulkan kehamilan. Semenjak saat itu Jojo dan Lili beranggapan bahwa Lili akan hamil. Diperparah dengan atmosfer yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya, akhirnya bocah SD dengan ciri khas tas ala koper roda berwarna merah bergambar 101 Dalmantions ini pun merasa harus bertanggung jawab atas “hamilnya” Lili.

Minggu, 28 Juni 2015

"Senyawa" : Ketika Tembang Ave Maria bertemu Kumandang Adzan



Perlu kehati-hatian yang sangat ekstra apabila ingin mengangkat film yang bertema atau sekedar bersinggungan dengan yang namanya kehidupan beragama apalagi hingga menyerempet isu-isu yang masih terasa sensitif. Masyarakat Indonesia memang belum semuanya dewasa dan terlalu sensitif apabila dipertontonkan film bermuatan agama dan permasalahan akan toleransi dimasyarakat. Banyak pertimbangan dan pertentangan bila ingin membuat film bertema ini. Lihat saja bagaimana muncul pro-kontra bahkan sampai aksi boikot terhadap film Tanda Tanya karya Hanung Bramantyo beberapa tahun silam. Namun begitu, Raphael Wregas Bhanuteja dengan berani menyuguhkan sebuah interaksi antar agama dengan lingkup kecil bernama keluarga dalam karyanya yang berjudul Senyawa.

Senyawa berkisah tentang Retno (Alice Putri) yang bersusah payah melawan kebisingan disekitarnya agar dapat merekam suaranya dalam menyanyikan lagu Ave Maria yang ingin dia persembahkan sebagai hadiah ulang tahun mendiang ibunya. Hingga sebuah percakapan berdua di meja makan dengan ayahnya (Jay Wijayanto) melahirkan sebuah solusi agar Retno mampu mendapat suasana hening agar dapat merekam Ave Maria dengan maksimal.

Sabtu, 06 Juni 2015

"Iblis Jalanan" : Menggila Pada Tempatnya


Sekelompok pembalap liar yang sering menggunakan jalan umum ibukota sebagai lintasan balapnya jelas bagaikan iblis yang mengusik pengendara lain dalam berlalulintas. Jalanan dirasa milik mereka sendiri dan dijadikan arena balap motor yang tak hanya uang yang jadi bahan taruhannya, namun juga nyawa mereka sendiri bahkan nyawa pengendara umum yang sedang melintas ikut terancam. Ada yang bangga menjadi pembalap liar karena dianggap punya nyali yang besar. Walau sering dilakukan razia oleh polisi, namun keberadaan para “iblis jalanan” ini sulit untuk dibasmi. Melihat fenomena inilah, film dokumenter pendek berjudul Iblis Jalanan seakan memberikan solusi bagi mereka yang memang bangga punya nyali besar dengan “kuda besinya” untuk meluapkan nyali besarnya dengan menggila pada tempatnya di arena tong setan.

Iblis Jalanan merupakan film dokumenter pendek yang terinspirasi dari lagu berjudul Iblis Jalanan milik Bangkutaman. Film ini berkisah tentang kehidupan serta sisi lain dari para pembalap tong setan di sebuah pasar malam. Adalah Eko dan Abdul, dua rider tong setan yang tak hanya pamer kebolehan dalam atraksi penuh resiko namun juga membagi cerita dibalik penampilan mereka serta pengalaman mereka selama berkecimpung di dunia per-tong setan-an dan lika-liku pasa malam keliling. Selama 10 menit durasi film, Penonton akan diajak menyelami kehidupan dan keseharian Eko dan Abdul di arena tong setan pasar malam lengkap dengan penampilan gila-gilaan mereka serta segala keluh kesah mereka mulai dari beberapa cedera yang mereka pernah alami sebagai resiko pekerjaan hingga kisah kasih dengan tambatan hati mereka di pasar malam.