Jumat, 24 April 2015

Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar (2014) : Kisah “Terinspirasi” Dari Sosok Inspiratif


Mengangkat kisah tokoh bersejarah atau sosok yang dianggap sukses kedalam format film belakangan ini menjadi trend sendiri dalam perfilman Indonesia.Tak dipungkiri, nama besar mereka mempengaruhi dalam raihan jumlah penonton. Sebut saja di tahun 2014 ada kisah Likas Ginting dalam “3 Nafas Likas” dan Presiden Indonesia pertama Ir. Soekarno dalam film “Soekarno” yang bahkan dibuat extended Versionnya. Kisah sukses penuh motivasi menjadi sasaran empuk bagi produser film Indonesia untuk menarik penonton dan tentu saja meraup keuntungan dari  kecendrungan minat penonton film Indonesia yang suka disuguhi kisah kisah inspiratif dan “senang” dimotivasi.

Kali ini, MD Pictures mengangkat kisah biopik dari seorang motivator wanita yang cukup terkenal di Indonesia, Merry Riana. Nama Merry Riana mulai terkenal semenjak dia merilis buku “Mimpi Sejuta Dollar” yang ditulis oleh Alberthiene Endah yang  berkisah mengenai perjuangan  hidupnya dan pencapaian  meraih satu juta dollar pertamanya diumur 26 tahun. Buku tersebutlah yang menjadi inspirasi dalam film “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar”.  


“Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” berkisah tentang Merry Riana (Chelsea Islan) yang harus berjuang sebatang kara di Singapura paska kerusuhan besar-besaran di Indones. Merry terpaksa harus ke Singapura dengan alasan keselamatannya. Merry yang tak punya siapa-siapa disana beruntung bertemu dengan Irene (Kimberly Rider), teman SMA Merry dan diperbolehkan menginap di Asramanya. Dan Sepanjang film, penonton akan disuguhkan perjuangan Merry Riana untuk bertahan hidup di negeri orang, berusaha untuk medapatkan uang dengan mencoba segala peluang, hingga kisah cintanya dengan Alva (Dion Wiyoko), Mahasiswa senior yang menjadi penjamin Merry Riana.

Film yang disutradari oleh Hestu Saputra (Cinta Tapi Beda) ini telah “menegaskan”  bahwa kisah dalam film “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” terinspirasi oleh kisah hidup Merry Riana berdasarkan cerita dalam bukunya, bukan “Based on the Book”, sehingga tidak plek-plek-an mirip dengan bukunya. Namun, menggunakan kata terinspirasi bukan serta merta menjadi alasan “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” digarap dengan melupakan pakem awal film ini, menjadi film yang inspiratif. Film ini kurang mampu menonjolkan sisi inspiratif yang mampu memotivasi penonton, tertelan dengan embel-embel kisah cinta yang terasa berlebihan (dan tentu saja disisipi kisah cinta segitiga antara Merry Riana-Alva-Irene). Mungkin film ini niatnya ingin menyuguhkan film biopik dengan kisah cinta yang kental seperti “Habibie dan Ainun”, namun kadar romantisme terasa berlebihan dan mempengaruhi keseimbangan cerita. Hingga akhirnya pada pertengahan film, “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” terjebak dalam kisah cinta-cinta-an remaja dan jauh dari menginspirasi penonton. Beruntunglah, chemistry antara Chelsea Islan dan Dion Wiyoko membuat kisah cinta dalam film ini cukup terasa manis.

“Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” memang adaptasi bebas dari kisah Merry Riana, namun tim produksi film ini terasa tidak mau terlalu repot, terlihat dari beberapa detil setting yang disuguhan dalam film ini. Mungkin banyak penonton sepakat bahwa setting waktu film ini tak lama dari kejadian kerusuhan besar-besaran di Jakarta pada masa reformasi bulan Mei 1998. Namun, tim produksi film ini terasa tak mau repot untuk menghidupkan setting Singapura pada akhir 90an dan awal 2000an. Sebagai contoh, Irene telah mempunyai iPhone 5 padahal iPhone generasi pertama saja baru hadir tahun 2007. Landscape Singapura dalam film “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” menampilkan beberapa landmark Negara tersebut salah satunya terlihat jelas bahwa ada Marina Bay Sands. Oke film ini terasa jelas mengambil setting tak lama setelah kejadian tahun 1998 namun kenapa ada Marina Bay Sands yang baru diresmikan pada tahun 2010?. iPhone dan Marina Bay Sands adalah dua dari beberapa detil yang (entah sengaja) dilewatkan oleh “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar”. Jawabannya ada dua, pertama Merry Riana mungkin saja menemukan mesin waktu sebelum sampai di Singapura yang membawa dia ke Singapura pada tahun setelah 2010 atau memang tim produksi “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” menyepelakan dan tidak mau repot dalam hal ini. Mungkin mereka beranggapan “Toh, film sejenis seperti ini sudah pasti laku, buat apa bikin detil-detil?”.

Penampilan Chelsea Islan sebagai Merry Riana dalam film ini terasa berlebihan. Masih teringat akting Chelsea yang manis dan memikat kala bermain di Street Society. Namun Chelsea Islan dalam film ini terkesan menggebu-gebu dan terlihat “lebay”. Mungkin Hestu Saputra menginginkan penampilan Chelsea seperti dalam film ini agar mengesankan sosok wanita gigih dan pantang menyerah, namun hasilnya dibeberapa moment Chelsea Islan malah terlihat mengerikan. Hestu Saputra jelas menyia-nyiakan bakat Chelsea Islan. Terlepas dari penampilan Chelsea Islan, penampilan baik ditunjukan Dion Wiyoko dan Kimberly Rider yang memerankan Alva dan Irene. Dion Wiyoko mampu menjalin chemistry yang baik dengan Chelsea dan mampu melengkapi serta menyeimbangi karakter Merry Riana yang terasa sangat gesit disini. Kimberly Rider tahu batasan beraktingnya, jadi terasa pas dan penonton dapat menikmati aktingnya.


“Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” bisa dikatakan kurang baik sebagai film yang awalnnya ingin menjadi inspirasi dan memberikan motivasi bagi penontonnya. Terjadi ketidakseimbangan porsi kisah inspirasinya dan kisah percintaannya. Kisah inspirasinya kurang tersampaikan dengan baik malah termakan oleh kisah melodrama percintaan antara Merry Riana dan Alva. Sangat dipahami penonton Indonesia suka dengan cerita cerita cinta namun porsinya harus pas dan jangan berlebihan.  Backsound yang diselipkan dibeberapa moment yang maksudnya untuk menambah emosi dalam menonton malah terasa tidak pas dan bahkan annoying. Transisinya pun kadang memekakan telinga, tak jarang malah saya terganggu menontonnya. Dan hal tersebut diulang-ulang selama film berlangsung. Film “Merry Riana : Mimpi Sejuta Dollar” kurang berhasil mengangkat kisah hidup Merry Riana. Merry Riana jadi terlihat biasa saja dan bahkan terasa setiap orang juga punya cerita perjuangan yang terasa sama dalam bertahan hidup. “ Ketidak spesialan” tersebut terjadi tentu saja penggarapan kisah Merry Riana yang kurang maksimal padahal punya potensi cerita yang bagus. Maka bila selesai menonton ini penonton tak merasa terinspirasi, kalian tidak sendirian. Bahkan mungkin ada pertanyaan menjanggal setelah selesai menonton dan keluar dari teater, “Dapat satu juta dollar-nya dari mana?”.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar